Tuesday, March 27, 2007

Angkutan Umum di Chile, Argentina, Uruguay dan Peru

Yang tersayang Adna dan Ilham,

Kali ini bude ingin cerita tentang angkutan umum di Amerika Latin. Dalam perjalanan ini bude Ocie dan oom Andre pergi ke beberapa negara, yaitu Chile, Peru, Argentina dan Uruguay. Mungkin mas Adna sudah lupa ya waktu ke Singapura dan Malaysia, bahwa negara-negara tetangga kita, angkutan umumnya sudah jauh lebih maju daripada di negara kita.

Mungkin semua bisa bilang kalau angkutan umum di Singapore memang sudah sangat baik karena Singapura bisa dibilang negara kaya, tapi coba sekarang ini bahkan di Malaysia dan Thailand, mereka sudah mempunyai sistem angkutan umum yang baik sekali. Bahkan di kota Bangkok di Thailand yang sebelumnya selalu dibandingkan dengan Jakarta soal kemacetannya, sekarang sudah punya MRT (kereta bawah tanah) juga skytrain (kereta layang) yang bisa mengangkut ribuan orang sekali jalan, dengan stasiun-stasiunnya yang super modern. Boleh dikata, di Malaysia, Thailand dan Singapore angkutan umumnya sudah diperhatikan benar oleh pemerintahannya. Semua orang bisa merasakan naik angkutan umum yang nyaman, cepat dan murah.

Sekarang ini bude Ocie dan Andre ingin cerita tentang angkutan umum di Amerika Latin. Metro (atau kereta api bawah tanah) adalah salah satu angkutan umum yang mungkin puluhan atau bahkan ratusan tahun digunakan di Santiago de Chile dan di Buenos Aires, Argentina. Santiago berpenduduk 5 juta orang dan Buenos Aires 16 juta orang. Sekarang ini di Santiago sudah ada 3 jalur yang dilayani (satu dari timur ke barat dan 2 jalur dari utara ke selatan), dan 2 jalur lagi dalam pembangunan. Sedangkan di Buenos Aires ada 5 jalur metro, ditambah dengan 4 stasiun kereta ke daerah sub-urbannya. Ya, seperti kereta yang ke Depok lah. Bandingkan dengan Jakarta yang kurang lebih penduduknya sama, baru ada 3 jalur kereta saja dan itu juga sudah termasuk yang ke luar Jakarta. Selain itu, di kedua kota ini kereta datang dan pergi dengan jadual yang tepat dan pada jam-jam sibuk kedatangannya sering sekali, mungkin setiap 5 menit ada kereta yang datang. Tapi kalau bukan hari kerja, keretanya datang sekitar 15 menit sampai 30 menit sekali, tapi tetap dengan jadual yang pasti.

Harga tiket metro di kedua kota ini sama untuk satu kali jalan, sejauh apapun kita pergi. Di Santiago, harga tiket metro pada saat jam sibuk adalah 360 peso Chile (sekitar Rp. 5.750), dan di Buenos Aires harganya 0,7 peso Argentina (sekitar Rp. 2.300). Jam lain harga lebih murah. Pelajar bayar setengah harga dan manula bayar 70% harga tiket. Murah juga ya? Makanya bude Ocie dan oom Andre senang naik metro karena selain murah juga cepat sekali sampai di tempat tujuan.

Selain itu, di beberapa stasiun, kita bisa langsung ganti naik bus ke luar kota. Nggak perlu jauh-jauh ke luar stasiun, bis antar kota tepat ada beberapa langkah saja dari pintu keluar stasiun Metro. Bedanya dengan di Indonesia, nggak ada calo, dan kalau kita nggak mau antri karcis di loket, tinggal masuk aja ke dalam bis dan nanti bayar karcis resmi di atas bis. Sangat mudah dan nyaman.

Stasiun Metro baik di Santiago maupun di Buenos Aires juga dihiasi dengan lukisan-lukisan di dindingnya. Enak kan kalau sambil menunggu metro datang, kita bisa menikmati karya-karya seni. Di Santiago, mereka punya program yang dinamakan Metro Arte (atau Seni di Metro). Banyak juga karya lukis anak-anak. Masing-masing stasiun punya tema tersendiri. Di stasiun Metro juga kita bisa menikmati pemain musik untuk konser yang latihan di stasiun-stasiun metro. Mereka sengaja berlatih disana, sekalian menghibur orang yang berada di sana. Yah, seperti pengamen saja, tapi bedanya mereka adalah pemain musik profesional. Salah satu stasiun Metro di Santiago yang bernama Quinta Normal berada di salah satu daerah yang dulunya paling miskin, sekarang ini malah punya Salla de Cultural (Ruang Budaya), dimana kita bisa nonton film! Bayangkan kita bisa pergi ke stasiun dan nonton film, gratis lagi. Bayangkan betapa enaknya orang Santiago ya, bisa datang ke stasiun dan nonton film. Bentuk ruangannya sih seperti ampitheater, tapi di dalam ruangan dan dengan tata suara yang bagus. Oh ya, satu lagi yang menarik perhatian bude di Santiago adalah Biblio Metro (Perpustakaan Metro), dimana orang Chile bisa meminjam buku di sini. Hal ini masih terbatas untuk orang Chile atau yang punya ijin tinggal di Chile. Asik banget kan?

Nah kalau di Buenos Aires lain lagi. Kebudayaan naik metro di kota ini sudah sejak awal abad yang lalu, jadi sudah tua sekali. Di salah satu jalur tertuanya, stasiun-stasiun yang ada juga sudah sangat tua, tapi masih sangat terpelihara. Dan kereta di jalur A ini sudah berasal dari awal abad yang lalu, jadi masih terbuat dari kayu. Herannya kok masih bisa jalan dan cepat dan tepat lagi. Yang jelas, oom Andre sangat suka dengan kereta yang ini karena dia kan memang suka kereta model lama.

Bedanya stasiun metro di Santiago dan Buenos Aires adalah kebersihannya. Di Santiago, bersih sekali, bahkan kita selalu lihat ada orang yang sedang nyapu atau ngepel atau ngelap di sana, sedangkan di Buenos Aires, kurang bersih, karena kelihatannya mereka ada jadual jam membersihkan. Jadi kalau pas belum dibersihkan, wah kotor sekali. Ternyata orang Argentina masih suka buang sampah sembarangan. Jangan ditiru ya sayang... Tapi semua kereta apinya bersih sekali.

Angkutan umum kereta api di kedua kota ini dikelola dan disubsidi oleh pemerintah. Yang kontras adalah transportasi dengan bis dan taksi. Keduanya dimiliki dan dikelola oleh swasta. Kalau yang punya perusahaan bis di Snatiago, katanya adalah pengusaha dari Yunani dulunya. Dan yang jelas, bis-bis di kota ini jelek sekali untuk kota secantik dan sebersih Santiago. Bis-bis berwarna kuning ini dari luar kelihatan badan bisnya sangat kotor, dan mereka juga ugal-ugalan di jalan. Kalau kita mau pergi ke suatu tempat dengan cepat, lebih cepat dari Metro, kita bisa naik bis ini. Tapi ya itu dag-dig-dug lah. Di dalam bisnya sih nggak terlalu menakutkan tapi yang jelas nggak sebersih metro lah. Harga tiketnya juga sama dengan tiket metro. Yang bikin bis ini masih dimiliki swasta adalah karena waktu jaman eks Presiden Pinochet dulu, pemerintahannya memasukkan kedalam UU bahwa bis dikelola oleh swasta. Mungkin Presiden Lagos yang sekarang akan buat undang-undang bahwa bis akan dikelola oleh pemerintah supaya bisa cocok lah untuk kota Santiago. Tapi kita lihat lah....

Nah, bude belum bicara tentang angkutan umum di Lima, ibukota Peru, dan di Montevideo, ibukota Uruguay. Di kedua kota ini belum ada metro. Padahal kedua kota ini juga kota yang besar, walaupun tidak sebesar Buenos Aires. Kota Lima penduduknya xx juta orang, dan Montevideo 1,5 juta orang. Di Lima, kita bisa naik bis atau naik taksi. Baik bis maupun taksi di kota ini murah. Tapi kita harus nawar dulu kalau mau naik taksi, jadi buat yang nggak bisa bahasa Spanyol bakalan susah kalau mau naik taksi. Pake bahasa Tarzan deh. Untungnya oom Andre fasih berbahasa Spanyol, jadi dia yang bertugas nawar taksi kalau pergi kemana-mana. Taksinya jeleknya minta ampun deh di kota Lima ini, dan kadang kotor juga. Sepertinya sih nggak ada yang pake meter deh taksinya.

Kalau di Montevideo, angkutan umumnya nggak murah. Kalau naik bis, tiketnya 15 pesos, atau Rp. 5.700 sekali jalan. Taksinya lebih mahal lagi. Untuk naik taksi selama 10 menit saja, mungkin jaraknya sekitar 8 km lah, kita harus bayar sekitar 60 pesos,atau sekitar Rp. 23.000. Kata orang disana juga ini kemahalan. Yang paling menyebalkan kalau naik taksi di Montevideo adalah ada dinding dan kaca pengaman di antara tempat duduk depan dan belakang. Jadi tempat duduk belakang hanya punya tempat kaki yang sangat sempit. Bude aja susah mau masuk dan duduk, apalagi oom Andre. Kemarin bude Ocie dan oom Andre pergi ke Carrasco, beberapa kilometer di luar Montevideo, sewaktu kembali kami naik taksi karena mau ngejar kereta api jam 3:15 siang. Untuk jarak sekitar 20 km, kita bayar 200 pesos atau hampir Rp. 80 ribu. Mahal ya. Tapi supir taksinya jujur-jujur, mereka nggak pernah tuh keliling-keliling supaya bayarnya lebih mahal.

Soal taksi, ini juga yang aneh di Santiago. Taksinya jarang ada yang bagus. Mobilnya nggak bagus dan yang susah adalah supirnya semua sepertinya hanya bisa berbahasa Spanyol. Jadi kalau tidak bisa bahasa Spanyol, sulit deh nerangin mau kemananya. Selain itu, taksi mahal disini. Makanya orang lebih suka naik metro atau malah bis aja. Taksi juga dimiliki swasta. Yang jelas, kalau pulang malem pasti kita harus naik taksi lah, karena metro hanya sampai jam 22:30. Yang menonjol adalah hampir semua supir taksi di Santiago, kalau tahu bude dari Indonesia, semua tanya apa kesan bude tentang Chile. Hal ini tidak pernah kejadian sama supir taksi di Jakarta walaupun tahu oom Andre bukan orang Indonesia tapi nggak pernah tuh ditanya apa kesannya tentang Indonesia....:-)

Orang Santiago dan Buenos Aires memang dibuat tidak terlalu nyaman untuk mengendarai mobil sendiri, terutama karena parkir juga nggak gampang. Tempat parkir kebanyakan dibuat dibawah tanah, dan diatasnya dibuat taman-taman yang asri dilengkapi dengan tempat main anak-anak, dan kadang-kadang ada yang dilengkapi dengan cafe, toko buku, galeri, dan lain-lain. Tapi parkir ditengah kota sejamnya Rp. 8.000,- Jadi walaupun tempat parkir banyak, tidak banyak yang bawa mobil sendiri.

Jadi kalau lihat soal angkutan umum di kota-kota ini, rasanya salah kaprah ya kalau dibilang apa yang dikelola oleh pemerintah selalu buruk. Buktinya angkutan umum yang dikelola pemerintah malah jauh lebih baik daripada yang dimiliki dan dikelola swasta.

Bagaimana dengan angkutan umum di Indonesia??? Apa yang bisa kita pelajari dari Chile, Argentina, Peru dan Uruguay? Di Chile, mereka membangun metro sudah sejak tahun 1973, sedangkan di Buenos Aires kelihatannya sudah ada sejak tahun 30-an. Di Santiago, bude dan oom Andre mencoba naik salah satu kereta yang paling tua, jadi sudah berumur 32 tahun, dan kondisinya masih bagus banget. Bersih dan masih kokoh deh kayaknya. Di Buenos Aires, bahkan kita naik kereta yang mungkin sudah 100 tahun umurnya, dan masih jalan dengan bagus dan nyaman. Apa kita minta disumbangkan aja untuk Indonesia ya, daripada beli kapal bekas? Kapan ya pemerintah kita memikirkan apa yang baik untuk rakyat kecil dan bukan orang kaya saja, misalnya dengan memikirkan angkutan umum terpadu (bisa naik metro, bis, atau taksi dengan mudah) dan menyediakan tempat pejalan kaki yang lebar dan nyaman, yang tidak terhalang sama pedagang kaki lima atau mobil yang parkir seenaknya di trotoar?

Sampai jumpa di cerita berikutnya ya...

Salam kangen,
Bude Ocie

No comments: