Tuesday, March 27, 2007

Surat dari Valparaiso, Chile

Yang tersayang Adna dan Ilham,

Kali ini bude mau cerita tentang perjalanan bude, oom Andre dan oom Alejandro ke salah satu World Heritage Sites-nya Unesco yang sangat unik, yang terletak di kota Valparaiso.

Kami naik metro ke stasiun Pajaritos (yang artinya Burung Kecil), yaitu stasiun dimana kita bisa meneruskan perjalanan naik bis. Langsung deh kita berangkat naik bis yang sudah ada pas di depan pintu keluar stasiun. Sangat efisien sekali pengaturan transportasi di sini. Kita bisa naik metro, dan ganti bis ke luar kota, dengan hanya beberapa langkah saja. Nggak ada tuh calo-calo yang maksa kita naik bis ini atau yang itu, terserah kita aja. Tiket juga nggak harus dibeli di loket tapi bisa dibeli di atas bis, dan tetap pake tiket resmi. Jadi nggak ada tuh antrean beli karcis di loket. Tiket ke Valparaiso yang jauhnya 120 km adalah 5 dolar. Nggak murah-murah amat, tapi nyaman sekali bisnya, dan dengan jalan tol sampai Valparaiso, kita hanya membutuhkan waktu 1 jam 20 menit saja. Itu juga karena banyak polisi di jalanan yang maksa supir bisnya melaju dengan kecepatan tertentu.

Oke singkat kata, sampailah kami di kota Valparaiso. Dari jauh sudah terlihat uniknya kota ini. Kayaknya nggak ada deh kota seperti ini di dunia. Sangat unik. Bukan kota yang modern, bangunan-bangunannya tua tapi bukan seperti bangunan tua di Eropa. Kota ini terletak di pinggir laut, tapi di atas bukit. Kebayang kan gimana. Tapi yang penting, arsitektur kotanya sangat eklektik. Eklektik itu artinya campur-campur berbagai gaya. Sangat tidak mau menuruti kaidah-kaidah pengaturan kota modern yang teratur. Kota ini mempunyai aturan yang tidak teratur, hehehe, susah ya menjelaskannya, tapi yang jelas, jalan-jalannya berliku, naik ke atas bukit dengan jalan yang berliku pula, atau pake lift (seperti trem ke atas bukit) yang umurnya sudah sekitar 120 tahun. Ada 13 buah lift di sepanjang kota bukit ini untuk membawa kita ke atas. Dan coba tebak apa yang ada di bukit paling atas? Kuburan! Bayangkan kuburan yang guedeeee banget, letaknya di puncak bukit, dan memandangi kotanya dari atas. Sangat aneh dan unik. Belum pernah bude lihat yang begini. Tapi ini juga yang membuat kotanya jadi bersuasana magis, kalau malam mungkin agak menakutkan ya?

Yang membuat Valparaiso jadi salah satu World Heritage Sites adalah bagian kotanya yang bernama Cerro Conception dan Cerro Allegro. Di sini terlihat bangunan-bangunan tua yang diukir ke bebatuan perbukitannya. Jadi bangunan-bangunan ini langsung ada di dalam atau di atas batu-batu. Unik deh. Kayak bangunan di Bandung di belokan Wastukencana, Tamansari dan Riau, tapi bedanya ini ada di ribuan bangunan disana! Selain itu, karena letaknya di pinggir laut, mereka menggunakan seng gelombang untuk penutup atap dan penutup dindingnya. Waktu bude tanya kenapa begitu, mereka jawab bahwa kegunaan seng ini adalah untuk melindungi dari ganasnya angin laut yang akan bikin kayu cepat lapuk (sehingga mereka nggak banyak menggunakan kayu) serta menahan garam yang dibawa angin, sehingga akan karatan. Dan percaya atau tidak, orang Valparaiso senang dengan segala sesuatu yang tua-tua. Jadi walaupun kotanya kelihatan tambah tua dengan adanya karat-karat itu, mereka membiarkannya, karena kelihatan tua. Aneh kan buat kita yang senang segala sesuatu yang mengkilap?

Terus yang juga unik adalah jalannya yang berliku naik ke atas bukit. Jadilah bude yang males naik turun bukit ini sekarang jadi terpaksa naik turun bukit. Oom Andre dan oom Alejandro yang dulu pernah tinggal di kota ini mengajak bude ke bekas tempat tinggal oom Andre. Wah bangunannya asik banget, tua, tapi di dalamnya sangat modern, dengan kelengkapan modern pula. Yang bikin nggak capek adalah banyaknya galeri-galeri kecil di segala penjuru kotanya. Kalau kita masuk ke galeri-galeri ini, pasti ada tempat untuk anak-anak belajar melukis. Asik banget lihat mereka dengan nggak takut-takut menggoreskan kanvasnya di kertas. Rencananya kami mau balik lagi untuk lihat kotanya dengan lebih seksama.

Mungkin nggak asik kalau Cuma ngomongin bangunannya dari luar. Kita mampir di bar yang namanya O’Higgins dan pesan diet coke. Bar ini mungkin sudah ratusan tahun ada disana. Kata oom Andre dan oom Alejandro, bar ini ada hantunya, hahaha.... katanya boneka-boneka yang ada disana kalau malam juga gerak-gerak. Adek Ilham pasti senang dengar cerita seperti ini ya.... Dan pada saat bude bilang pingin ke kamar kecil, mereka berdua langsung heboh bilang jangan, nanti hantunya keluar katanya. Ah dasar penakut aja dua-duanya!!!

Satu lagi tempat yang unik banget adalah restoran J. Cruz (bacanya Hota Kruz), yang letaknya di salah satu gang buntu. Aduh sedapnya aroma makanan waktu kita masuk. Dan tentu saja kita order ’chorrillanas’. Ini sudah merupakan tradisi kalau ke rumah makan ini. Bayangin ya: Chorrillanas yang datang ke meja kita adalah satu tempat saji makanan berbentuk oval (lodor) dan berisi segunung kentang goreng yang ditaburi oseng bawang bombay dan telur dengan daging sapi di atasnya. Wah kebayang kan apa kita bisa ngabisin segunung makanan ini atau enggak? Oom Andre dengan yakinnya bilang pasti bisa, karena kita sudah sangat lapar. Dan sedikit demi sedikit, dengan sambel ekstra pedas yang bude bawa dari Jakarta, bude juga ikutan ngabisin makanan ini. Percaya atau tidak, abis juga!!! Bagian dalam restoran ini dihiasi antara lain dengan bom dari jaman perang, pompa air jaman dahulu kala dan berbagai barang tua. Juga dihiasi dengan tandatangan orang-orang yang pernah makan disana, katanya sih sudah dari ratusan tahun lalu.

Yang unik juga di restoran ini adalah kita makan diiringi permainan gitar dan nyanyian balada yang dibawakan oleh si pemilik restoran. Orangnya kayak orang Italia, pendek, agak gendut, selalu tersenyum, tapi suaranya oke banget membawakan lagu-lagu balada asli Chile. Beberapa lagu tentang Valparaiso sangat terkenal, sampai-sampai pengunjung juga ikutan nyanyi. Seru kan?

Akhirnya kita siap-siap deh meninggalkan Valparaiso. Rencananya sih mau naik kereta ke salah satu kota terkaya di Amerika Latin, yaitu Vina del Mar. Eh nggak taunya stasiun dan rel keretanya sedang diperbaiki. Mereka ingin meningkatkan jasa pelayanan lewat kereta api ini, sehingga bisa sebagus pelayanan kereta api yang lain. Katanya jalurnya akan sampai di airport Santiago juga, jadi kalau mau ke Valparaiso dan Vina del Mar, ataupun resort Renaca, bisa naik kereta api.

Jadi akhirnya kita naik bis lagi deh ke Vina del Mar.

Vina del Mar letaknya 10 km dari Valparaiso, sama-sama di pinggir laut. Kota ini kebanyakan untuk tempat tinggal. Bayangkan tata kota berbentuk grid (kotak-kotak), dengan berpuluh-puluh jalan yang berawal di pinggir pantai dan berakhir di bukit. Pinggir pantainya diperkuat dengan dinding beton tebal dan ditambah dengan batu-batuan selebar kurang lebih 10 meter. Hal ini sengaja dibuat untuk menahan tsunami. Sebelum kejadian di Aceh, tsunami juga terjadi di Chile di tahun 60-an, dan sejak itu mereka sudah jaga-jaga. Nah jalan yang berawal dari pinggir pantai sampai ke bukit ini dirancang memang untuk jalan darurat juga kalau terjadi tsunami lagi. Nah di sepanjang jalan-jalan yang menuju bukit itulah berderet gedung-gedung apartemen, tempat tinggal orang Vina del Mar. Di bagian tengah kota memang ada hotel, kasino, restoran dan lain-lain, tapi yang namanya daerah tempat tinggal, ya hanya ada hunian aja. Paling juga ada mini market disana sini.

Setelah berkeliling di area perumahan dan mengunjungi apartemen yang dulu ditinggali oom Andre, kami bertiga jalan-jalan di pinggir pantai. Sepanjang pantai ada tempat pejalan kaki yang lebar dilengkapi dengan tempat duduk-duduk. Asik deh buat jalan-jalan sekeluarga, sama teman, dan lain-lain. Banyak juga anak-anak yang main sepeda di sini atau yang main di bebatuan di penangkal tsunami, tapi jarang yang main di pantainya karena sekarang sedang musim dingin di sini. Di pantai ini, kita langsung berhadapan langsung dengan Laut Pasifik, jadi nun jauh di sana kalau mas Adna dan adek Ilham sedang di Indonesia dan di pantai yang berhadapan dengan laut Pasifik, kita bisa dadah-dadah deh...! Saat matahari tenggelam di sini bagus juga bagus sekali...

Setelah jalan-jalan akhirnya kita makan es krim dan ngopi di salah satu cafe di pinggir pantai. Bayangkan, ini kan masih musim dingin tapi banyak orang makan es krim!! Aneh tapi nyata! Kok bisa-bisanya bude juga ikutan makan es krim ya...?

Akhirnya sampailah waktunya kita pulang ke Santiago. Untuk sampai ke terminal bis, kita naik andong pariwisata.... hehehe....tau nggak itu lho andong yang dihias bagus dan supirnya pake baju kayak baju kusir kereta kerajaan? Harusnya andong ini hanya digunakan untuk keliling-keliling kota untuk turis, tapi kita pake untuk pengganti taksi, hahaha.... Terus terang kita bertiga merasa malu juga pas sampai di terminal, jadi kusirnya kita suruh berenti agak jauhan....:-)

Sampai di bis, bude udah nggak tahan untuk tidur, karena cape sekali. Tapi oom Andre bete banget karena emang dia nggak pernah bisa tidur kalau di jalan, dan kelihatannya karena bude Ocie dan oom Alejandro tidur, dia tambah bete karena katanya supirnya lambat banget bawa bisnya.... hahaha.... kalo bude sih nggak kerasa deh, tau-tau sudah mau sampai Santiago.

Oke deh, itu cerita bude ketika jalan-jalan ke kota Valparaiso dan Vina del Mar. Sampai di cerita berikutnya ya...

Salam dari Santiago yang lagi dingin banget,

Bude Ocie

1 comment:

Unknown said...

Bude Ocie, someone special saya tinggalnya di Concepcion....tapi dia aslinya Vina Del Mar.
Kepengeeenn banget bisa kesana.
Moga- moga ya Bude Ocie saya bisa kesampaian pergi ke Chile dan ketemu dia.